Angklung adalah salah satu alat tradisional
indonesia yang berasal dari sunda yang terbuat dari bambu. Angklung dibunyikan
dengan cara di goyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu)
sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar pada angklung tersebut dalam susunan
nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, besar atau kecil. Dalam kesenian
yang menggunakan alat musik dari bambu dikenal jenis kesenian yang disebut
angklung dan calung, calung dikenal sebagai alat musik sunda yang merupakan
prototipe dari angklung. Angklung biasanya dimainkan secara bersama-sama atau
kelompok karna satu buah angklung hanya bisa mengeluarkan suara dalam satu
nada, tidak seperti gitar dan sebagainya yang mempunyai banyak nada dalam satu
buah alat musik.
Sejarah angklung
Ada catatan angklung baru muncul pada masa Kerajaan Sunda (abad ke-12
sampai abad ke-16). Ada angklung tertua yang usianya sudah mencapai 400 tahun.
Angklung tersebut merupakan Angklung Gubrag yang dibuat di Jasinga, Bogor, Jawa
Barat. Di Serang, angklung jenis ini dianggap sebagai alat musik sakral yang
digunakan saat mengiringi mantera pengobatan orang sakit atau menolak wabah
penyakit.
Angklung memang dikenal
berasal dari Jawa Barat. Tapi di beberapa daerah di Indonesia juga ditemukan
alat musik tradisional tersebut. Di Bali misalnya angklung digunakan pada saat
ritual Ngaben. Di Madura, angklung digunakan sebagai alat musik pengiring
arak-arakan. Sementara di Kalimantan Selatan angklung digunakan sebagai
pengiring pertunjukan Kuda Gepang. Sejarah mencatat bahwa di Kalimantan Barat
juga terdapat angklung, tapi menurut beberapa tokoh kebudayaan, angklung
tersebut tidak ada lagi
Pada 1938, Daeng Soetigna menciptakan
angklung yang didasarkan pada suara diatonik. Selain sebagai pengiring mantera,
awalnya, angklung digunakan untuk upacara-upacara tertentu, seperti upacara
menanam padi. Namun, seiring dengan berkembangnya alat musik ini, angklung
digunakan dalam pertunjukan kesenian tradisional yang sifatnya menghibur.
Pada masa penjajahan
Belanda, angklung menjadi alat musik yang membangkitkan semangat nasionalisme
penduduk pribumi. Karena itu, pemerintah Belanda melarang permainan angklung,
kecuali jika dimainkan oleh anak-anak dan pengemis karena dianggap tidak
memberikan pengaruh apa pun.
Setelah mengalami pasang
surut, Daeng Soetigna berhasil menaikkan derajat alat musik angklung. Bahkan,
angklung diakui oleh seorang musikus besar asal Australia Igor Hmel Nitsky pada
1955. Angklung dengan suara diatonis yang diciptakan oleh Daeng membuat
angklung turut diakui pemerintah sebagai alat pendidikan musik.
Setelah Daeng Soetigna
meninggal, angklung dikembangkan lagi berdasarkan suara
musik Sunda, yaitu salendro, pelog, dan madenda. Orang berjasa yang
mengembangkannya adalah Udjo Ngalagena. Udjo yang merupakan salah seorang murid
Daeng Soetigna ini mengembangkan alat musik angklung pada 1966.
Sebagai wujud
mempertahankan kesenian angklung, Udjo atau biasa dikenal Mang Udjo membangun
pusat pembuatan dan pengembangan angklung. Tempat tersebut diberi nama “Saung
Angklung Mang Udjo”. Lokasinya berada di Padasuka, Cicaheum, Bandung. Di tempat
ini, sering diadakan pertunjukan kesenian angklung. Pengunjung yang hadir bisa
ikut serta mencoba belajar memainkan alat musik tersebut.
Pada tanggal 11 juli 2011,
Indonesia berhasil menggalang pembuatan rekor dunia “Guinness World Records”
permainan angklung dengan peserta multibangsa terbanyak setelah lebih dari
5.000 orang mampu memainkan lagu “We Are the World” di Washington DC, Amerika
Serikat.
Bagian-bagian
angklung
Jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat
musik tersebut adalah bambu hitam (awi wulung) dan bambu putih (awi temen).
Tiap nada (laras) dihasilkan dari bunyi tabung bambunya yang berbentuk bilah
(wilahan) setiap ruas bambu dari ukuran kecil hingga besar.
Angklung
terdiri dari beberapa bagian :
1.
Tabung sora yang terdiri dari 2 Tabung
a) Tabung kecil terletak di sebelah kiri dan,
b) Tabung besar yang berada di sebelah kanan
2. Ancak yaitu bagian rangka Angklung yang
dibagi menjadi beberapa bagian
c) Jejer bagian dari ancak
(rangka angklung)
d) Tabung dasar (bawah)
e) Palang Gantung sebagai penyangga tabung sora
e) Palang Gantung sebagai penyangga tabung sora
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar